<noscript><body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d7686965\x26blogName\x3dLoving+Lovely+Love...\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dTAN\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://clodi.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3dfr_FR\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://clodi.blogspot.com/\x26vt\x3d-6057690938476466135', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script></noscript>
 

lundi, février 28, 2005
"Aceh, Jak Beudôh Beusaree!"
Setelah perjalanan yang cukup panjang karena delay yang terlalu lama, akhirnya aku bisa bernafas lega hari selasa malam itu. Setelah menginjakkan kaki turun dari pesawat, aku mencoba menghirup udara yang kata beberapa rekan masih berbau tidak sedap, sambil tangan siap-siap memegang masker. Ternyata tidak, loh. Aku bisa bernafas normal, cukup normal. Aku memasukkan kembali masker yang sempat aku pegang-pegang tadi.

Hari selasa siang lalu, dari pagi aku sudah membawa barang-barangku lengkap dari rumah. Katanya, siapkan pakaian untuk keperluan sepuluh hari, dan lupakan mencuci! Aku sempat gelisah juga karena aku cenderung mudah berkeringat, apalagi kalo lebih sering di luar ruangan (baca: tanpa AC). Jadi aku lebih banyak bawa kaos daripada kemeja. Sebelum berangkat, siang itu, aku sempat dihebohkan karena harus membawa kain untuk menutup kepala (semacam kerudung, begitu). Katanya disana WAJIB!, karena ada hukum Syariah Islam, pakai kerudung. Akhirnya buru-buru aku minta OB untuk beli kain di Pasar Blok M, sambil dalam hati pasrah dia bakal malak lagi, seperti kebiasaannya. Tapi ini darurat, apa mau dikata? Hmmm... Buat jaga-jaga, dibawa saja lah.... meski dalam hati, aku agak enggan karena menurutku kerudung itu bukan buat maen-maen kan?

Berangkat dari Cengkareng, pesawat mendarat mulus di Bandara Polonia Medan. Tapi kami hanya transit sebentar, sehingga aku tidak sempat untuk bertemu keluarga (padahal jarak rumahku ke bandara cuma 5 menit, loh!). Ya sudah, lah.. mungkin lain kali. Bapakku sempat telepon, hanya mengucapkan selamat jalan. Kamipun naik kembali ke pesawat. Perlahan mundur, namun tiba-tiba diumumkan bahwa ban pesawatnya kempes. Jadi pesawat kembali lagi ke parkiran semula, untuk isi angin. Kabarnya, hanya butuh waktu 20 menit. Tak apalah. Kami kembali turun ke ruang tunggu, waktu itu masih pukul setengah lima sore. Ternyata bosan juga menunggu sendirian. Well, sebenernya aku berangkat bareng bapak dan ibu-ibu bos dari kantor, tapi... rasanya ko, waktu itu, lebih enak duduk sendirian. Dan hey, cewek yang dari tadi aku pikir familar itu ternyata emang familiar, loh... CUT PUTRI! Itu loh, yang videonya dikirim ke Metro TV waktu kejadian tsunami dulu. Aku langsung, OOooohhh! Dan di sebelahnya, sepupunya IYID(?) yang sempet diinterview di Metro TV juga. Pantesan, wajah mereka terlihat familiar sejak aku liat di dalam pesawat sebelumnya.

Karna nga ada kerjaan, aku hampiri orang yang bernama Iyid(?) itu, dan kamipun mulai mengobrol ini-itu, mengusir kebosanan. Aku sempat berfikir, mereka ini benar-benar bernyali besar. Tidak trauma yah kembali ke Aceh? Dia hanya menanggapi dengan senyum dan menggeleng mantap. Tidak. Aku hanya berdecak kagum dalam hati, juga terlesip rasa malu.... karena sampai saat itu, masih ada sih rasa gentar di dada....

Pukul delapan malam, akhirnya pesawat tinggal landas menuju Sultan Iskandar Muda... dan pukul sembilan malam itu, aku menginjakkan kaki juga di Kota Banda Aceh. Waktu menanti bagasi, aku perhatikan bahwa kebanyakan barang-barang yang dibawa adalah berupa kotak-kotak yang berisi barang-barang sumbangan. Begitu memasuki kota, kami diceritakan tentang kuburan massal, proses pengangkutan jenazah, tenda-tenda pengungsi serta huntara (hunian sementara). Tapi malam itu, kami langsung menuju posko. Sampai di posko, kami disambut dengan cerita bahwa selepas tsunami, halaman posko itu dipenuhi oleh ratusan jenazah(!). Kondisi posko cukup baik, dengan 12 kamar. Karena tim yang tiba di Banda Aceh cukup banyak (hanya 3 wanita, termasuk aku dan sisanya Bapak-bapak semuah..), jadi para Bapak itu mesti rela dempet-dempetan dalam satu kamar. Jadi, saat itu... lupakan jabatan kalau harus satu kamar dengan direktur, khihihihi.. beberapa yang masih punya jabatan staff serba tidak enak karena satu kamar dengan direkturnya. Tapi, mau gimana lagi? Tidak ada pilihan.

Malam itu, aku sempat takut juga karena harus tidur sendirian di kamar paling belakang lagi... huuuu.... (jadi menyesal kenapa selama ini aku suka sekali menonton Dunia Lain, Gentayangan, The Ring, The Grudge (Ju-On), The Eye, dan sodara-sodaranya itu...) karna, sepanjang malam fikiranku jadi porno parno terus-menerus... kayak ada yang ngikutin, kayak ada yang deketin, kayak ada yang.... huaaaaaa... terngiang kata-kata mereka 'kemaren ratusan mayat nih... di depan sini, bahkan yang masuk ke dalam posko ini'. Makanya, aku nga berani jeprat-jepret di dalam kamar.. takut kalo ada penampakan? BISA MATI BERDIRI! hehehehehe...


Anyway, besok paginya.. kami siap-siap untuk rapat dengan Bapak Wakil Walikota Banda Aceh (karena kabarnya, Bapak Walikota-nya turut menjadi korban waktu kejadian itu..). Kondisi Balai Kota juga cukup mengenaskan, semua serba darurat. Dindingnya terbuat dari triplek. Tapi, kata mereka itu sudah mendingan, karena sebelumnya sempat tidak bisa dipakai.

Waktu rapat, aku sempat mengobrol berdiskusi dengan beberapa rekan di daerah.. dan mendengar versi-versi lain tentang mereka, keluarga mereka, kehilangan mereka pada waktu kejadian. Beberapa matanya sampai berkaca-kaca. Aku lebih banyak diam, mendengarkan. Jika berbicara, aku takut salah bicara yang nantinya justru menambah torehan luka di hati mereka.

Selepas rapat, kamipun berangkat jalan-jalan survey ke beberapa lokasi yang terkena bencana. Di sepanjang jalan, aku melihat banyak sekali sisa-sisa kendaraan (mobil) yang remek karena terhempas badai tersebut. Sampai di lokasi, lebih banyak lagi kendaraan-kendaraan dengan kondisi mengenaskan yang membuat kita bertanya-tanya, bagaimana yah kalau waktu itu ada orang di dalamnya?

Bapak Kepala Bappeda Kota (Baca: Pak Buchorri) bercerita tentang kejadian itu, yang turut merenggut nyawa anak dan istrinya yang terjebak di dalam mobil. Waktu selepas kejadian, Pak Buchorri, mungkin juga terjadi pada banyak orang, sempat mengalami... bukan gangguan mental sih, tapi semacam shock lah... nga bisa mikir.... dan setiap hari hanya melamun... tiris memang, karena aku yakin, bukan hanya beliau sendiri yang merasakan hal serupa.

Jalan-jalan Survey kemudian dilanjutkan dengan mengunjungi lokasi yang membuatku menahan nafas (bukan karena aroma tak sedap, tapi pandangan yang tak terhalang oleh apapun.....). God Almighty! Sambil merinding, aku membayangkan sekian ribu orang yang dulu lalu-lalang di kawasan-kawasan ini, sekarang semua lenyap TAK BERBEKAS! Puing-puing yang tak bersisa itu disebabkan karena kawasan ini adalah kawasan perkampungan yang dipenuhi oleh bangunan-bangunan semi permanen. Beberapa kawasan lain, masih memberikan getaran serupa. Kosong.

Pada beberapa lokasi lain, puing-puing berserakan menandakan petak-petak tanah masing-masing. Pada gambar di samping ini, kalian lihat bagunan yang menghalangi jalan itu kan? (baca: aku lagi males ngedit2 gambarnya, hehehe....) Naah, itu lantai 2 sebuah bangunan yang terlempar dari bagunan aslinya dalam kondisi terbalik dan lantai 1-nya ada di bagian depan gambar (baca: gambar tegel itu tuuuh, yang warna putih)... Bayangkan betapa besar tenaga air itu memporak-porandakan bangunan-bangunan dan segala ISINYA!

Lokasi yang berikut ini, juga terdiri dari puing-puing, sudah tidak memungkinkan lagi untuk dipakai sebagai lahan permukiman, mengingat kondisi tanah dan kandungan air tanah yang mengandung racun (Sulfat, Timbal, dan Pospat). Sehingga rencananya lokasi ini akan dibiarkan sedemikian rupa, dan akan dijadikan kawasan "Museum Tsunami" (dalam rencana yang disusun di RTR -Rencana Tata Ruang- pembangunan Kota Banda Aceh). Namun yang menyulitkan adalah, menurut mereka, orang Aceh merasa bahwa tanah nenek moyang tidak semudah itu bisa ditinggalkan, akibatnya mereka cukup bersikeras kembali ke tanah milik mereka meskipun pemerintah tengah menyiapkan CBD (semacam pusat kegiatan lah..) baru dengan fasilitas yang lebih memadai di tempat lain (Lambaro dan Neuse), yang jauh dari pantai. Beberapa masyarakat yang bersedia pindah, adalah mereka yang petak tanahnya sudah menjadi laut, karena sekarang permukaan air laut naik sekian meter yang menenggelamkan beberapa bagian pesisir pantai tersebut.

Disamping kendaraan (baca: mobil-mobil), beberapa kendaraan lain (baca: kapal-kapal!) juga porak-poranda... dan tidak lagi berada di air... seperti yang satu ini................. yang membuatku hampir berhenti bernafas! Ini kapal yang mengangkut batubara.... dan batubara-nya MASIH ada di dalam kapal tersebut. BESAR SEKALI BUKAN?! Batin siapa yang tidak merinding melihat kapal-kapal besar itu berada jauh dari dermaga, melainkan di darat, yang bukan merupakan 'habitat'nya. Disamping kapal-kapal itu, beberapa kondisi jalan juga rusak berat. Aspal terkuak dari badan jalan berpindah sekian meter serta jembatan-jembatan runtuh dan putuh mengakibatkan banyak tanah daratan yang terputus dan hanya bisa ditempuh dengan helikopter. Mustahil pakai perahu karena arus laut yang cukup besar. Helikopter sementara hanya milik PBB, dengan kapasitas maksimal lima orang dalam sekali perjalanan. Hal ini cukup menyulitkan beberapa rekan yang ditugaskan ke Calang, karena sulitnya memperoleh izin menggunakan helikopter. Jikapun ada izin, hanya bisa mengantar dan mereka harus menetap di sana karena jumlah helikopter terbatas dan baru bisa kembali beberapa hari kemudian. Sementara di sana, boro-boro penginapan... rumah aja nga ada. Jadi mereka harus ikut tinggal di tenda-tenda bersama para pengungsi dan relawan.

Foto ini diambil di Lhok Nga, tempat yang diterjang gelombang tsunami paling tinggi (baca: TIGA PULUH TUJUH METER!). Tentunya tidak ada lagi yang bisa kita lakukan saat gelombang air setinggi itu datang di suatu pagi, saat kita baru saja dibangunkan oleh gempa bumi. Kabarnya, gelombang tsunami itu turun ke daratan dari dua arah, sehingga beberapa warga yang sempat melarikan diri, justru dihampiri oleh gelombang lainnya sehingga bahkan lebih parah mereka terhempas di titik kedua muka ombak itu saling menghantam (ini menurut cerita beberapa penduduk yang sempat kami temui di lokasi kejadian). Tempat ini sekarang dipenuhi oleh tenda-tenda pengungsi.

Evakuasi jenazah sendiri, sampai hari ini masih menemukan 200-300 jenazah setiap hari (baca: S-E-T-I-A-P H-A-R-I !). Kalian bisa menghitung, mungkin kalkulasi kasar yang kita baca di media massa masih harus ditambah sekian ribu, mungkin sekian puluh ribu lagi? Di foto itu, ada beberapa titik yang diberi tanda bendera? Naah, katanya itu tandanya masih ada jenazah yang belum dievakuasi di sana. Bisa jadi karena terjepit atau tergencet sehingga sulit bagi tim evakuasi untuk mengatasinya, karena butuh alat. Apalagi, setelah dua bulan begini, kondisinya sudah sangat rapuh dan menciut. Beberapa jenazah yang diketemukan tentunya sudah tidak mungkin lagi secara fisik untuk dikenali, yang menolong adalah jika di dalam kantong (jika masih berpakaian, karena mayoritas jenazah itu tidak lagi berpakaian saat terhembas arus gelombang) ditemukan hp. Memang, hp-nya sudah rusak total, tapi umumnya chip dalam handset itu masih dapat diaktifkan sehingga tim evakuasi dapat segera menghubungi nama-nama yang ada di phonebook chip tersebut untuk mengidentifikasi jenazah yang ditemukan tersebut. Kata mereka, lebih baik kami menemukan jenazah saudara kami meski kondisi fisiknya sangat mengenaskan, daripada kami mengenang mereka tanpa jejak. Memang menyakitkan yah, jika selamanya harus bertanya-tanya dimana saudara-saudara mereka itu sekarang?

Udara di Kota Banda Aceh, terasa agak gersang. Mungkin karena sudah hampir sepuluh hari di sana tidak turun hujan sama sekali. Penduduk yang berkendaraan dengan motor atau dengan mobil tapi kaca dibuka, dianjurkan untuk menggunakan masker, mengingat kemungkinan udara yang mungkin mengandung racun bagi paru-paru. Kondisi tanahnya juga retak-retak, dan hampir di semua tempat banyak lalat berterbangan dan hinggap di makanan-makanan. Aku sendiri, entah sugesti, entah memang bener. Beberapa hari terakhir, aku mengalami sesak nafas. Bahkan bangun di tengah malam dan dini hari karena sulit untuk bernafas. Waktu aku ceritakan ke beberapa orang yang bertugas menjaga di posko tempat aku menginap itu, kata mereka mungkin itu ulah hantu/setan/makhluk halus/penunggu/apapun lah istilahnya.... AIIIIH! Sepertinya, orang-orang Aceh sekarang ini senang sekali menggoda para pendatang dengan menceritakan kisah-kisah seram dan ganjil di sekitar tempat kita tinggal sementara itu. Mungkin memang bermaksud bercanda, tapi fikiranku jadi porno parno banget!

Tapi, saudara-saudara kita di Aceh, bukan orang-orang yang gampang menyerah. Mereka memiliki semangat yang cukup besar untuk kembali bangkit. Sempat aku melihat sepetak sawah yang coba dibangun oleh beberapa pengungsi di dekat tenda tempat mereka menetap sementara. Meski melihat kondisi tanahnya yang sangat kering dan beberapa bahkan pecah-pecah. Tapi, setidaknya mereka menunjukkan semangat mereka, mencoba bangkit dari kerapuhan jiwa yang masih dibayang-bayangi oleh hilangnya harta benda, saudara, dan semuanya. Hilang senyuman, hilang tawa, hilang sukacita dan damai sejahtera dalam hati mereka. Tapi, waktu terus berjalan. Dan mari berdoa agar saudara-saudara kita akan tetap bersemangat.... "Aceh, Jak Beudôh Beusaree!" (baca: Aceh, mari bangun bersama!).
posted by clodi @ 10:38  
0 Comments:
Enregistrer un commentaire
<< Home
 
 

after he took my hand and promised to share his life with me, i amazed that my life finally went straight to his heart..
after she's born, i learned to love my life..
the way they moved, the way they cried, the way they laughed, the way they did everything.. gave me strenght, gave me spirit, gave me hope!
i dedicate my life to the loving father and my lovely baby..
bisous!
About Me

Name: clodi
Home: South Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
About Me: ..an absurd human being sophisticated in her moods, having a horse sign reflecting elegance, independence, friendliness, and loyalty... yet helpful and constantly on the move, also enjoys experimenting with new things or meeting new people.
want to know me better?
Previous
Archives
Daily Clicks

Kutamitami-Lenteraku
UjungjariKu-BEBE
Blogger Family
Blogger Online Magazine

Media Box


| View Show | Create Your Own

Fellowship
Credits

Free Blogger Templates

BLOGGER